From jawa pos
Konversi Termal Biomassa Kakao
Di tengah kelangkaan sumber daya alam sektor migas, banyak pihak yang mencari bahan bakar alternatif. Ternyata cangkang buah kakao bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti. Inilah riset yang dilakukan Moch. Syamsiro ST, dosen Teknik Mesin Universitas Janabadra, Jogjakarta.
-------------
Perkembangan ekonomi di era globalisasi menyebabkan pertambahan konsumsi energi di berbagai sektor kehidupan. Bukan hanya negara-negara maju, tapi hampir semua negara mengalami. Termasuk Indonesia, walaupun terkena dampak krisis ekonomi, tetap mengalami pertumbuhan konsumsi energi.
Hal itu terlihat dari pemakaian energi di Indonesia pada 2004 yang telah mencapai lebih dari 453 juta SBM (setara barel minyak), jauh lebih tinggi daripada sebelum krisis (1997). Padahal, konsumsi pemakaian energi pada waktu itu sudah mencapai 385 juta SBM.
Yang harus disadari seluruh masyarakat, konsumsi pemakaian energi akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Sementara cadangan energi nasional akan semakin menipis apabila tidak ditemukan cadangan energi baru. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai terobosan untuk mencegah terjadinya krisis energi.
Mengantisipasi hal itu, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan blueprint pengelolaan energi nasional 2005-2025. Kebijakan ini ditekankan pada usaha menurunkan ketergantungan penggunaan energi hanya pada minyak bumi.
Salah satu energi terbarukan yang mempunyai potensi besar di Indonesia adalah biomassa. Hal ini tercantum dalam Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, yang dimaksud energi biomassa meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan, komponen organik dari industri dan rumah tangga.
Hal inilah yang mendasari Moch. Syamsiro ST, dosen Teknik Mesin Universitas Janabadra, Jogjakarta, untuk meneliti bahan bakar yang mampu dijadikan pengganti bahan bakar yang sudah ada. Memanfaatkan cangkang kakao yang selama ini jarang dimanfaatkan, peneliti mencoba mengembangkan bahan bakar pengganti melalui teknologi konversi biomassa.
Biomassa dikonversi menjadi energi dalam bentuk bahan bakar cair, gas, panas, dan listrik. Teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar padat, cair, dan gas, antara lain teknologi pirolisa (bio-oil), esterifikasi (bio-diesel), teknologi fermentasi (bio-etanol), anaerobik digester (biogas). Dan teknologi konversi biomassa menjadi energi panas yang kemudian dapat diubah menjadi energi mekanis dan listrik, antara lain, teknologi pembakaran dan gasifikasi.
Teknologi konversi termal biomassa meliputi pembakaran langsung, gasifikasi, dan pirolisis atau karbonisasi. Masing-masing metode memiliki karakteristik yang berbeda dilihat dari komposisi udara dan produk yang dihasilkan. (yandi bagus)
Punya Nilai Lebih Berpotensi Masa Depan
Dalam teknologi konversi termal biomassa, proses pembakaran langsung adalah proses yang paling mudah dibandingkan dengan lainnya. Biomassa langsung dibakar tanpa proses-proses lainnya. Cara seperti ini sangat mudah dijumpai. Di pedesaan Indonesia, banyak masyarakat memanfaatkan kayu bakar sebagai bahan bakar karena praktis dan mudah mendapatkannya walaupun secara umum efisiensinya sangat rendah.
Sedangkan di dunia industri, model pembakaran langsung juga banyak digunakan terutama untuk produksi listrik seperti di pabrik kelapa sawit dan gula yang memanfaatkan limbahnya sebagai bahan bakar. Biomassa dapat dibakar dalam bentuk serbuk, briket, ataupun batangan yang disesuaikan dengan penggunaan dan kondisi biomassa.
Teknologi pembakaran langsung relatif memiliki efisiensi cukup rendah, yaitu 20-25 persen. Walaupun demikian, karena kemudahan teknologinya, banyak yang memanfaatkan teknologi ini.
Untuk jenis teknologi konversi termal biomassa gasifikasi, dasarnya adalah usaha penggunaan bahan bakar padat yang lebih dahulu diubah dalam bentuk gas. Pada proses gasifikasi ini, biomassa dibakar dengan udara terbatas sehingga gas yang dihasilkan sebagian besar mengandung karbon monoksida.
Keuntungan proses gasifikasi ini adalah dapat digunakannya biomassa yang mempunyai nilai kalor relatif rendah dan kadar air yang cukup tinggi. Efisiensi yang dapat dicapai dengan teknologi gasifikasi sekitar 30-40 persen. Beberapa metode gasifikasi telah dikembangkan seperti fixed bed dan fluidized bed gasifier.
Teknologi ketiga adalah pirolisis, yaitu pembakaran biomassa pada kondisi tanpa oksigen. Tujuannya adalah melepaskan zat terbang (volatile matter) yang terkandung pada biomassa. Secara umum kandungan zat terbang dalam biomassa cukup tinggi. Produk proses pirolisis ini berbentuk cair, gas, dan padat. Produk padat dari proses ini berupa arang (char) yang kemudian disebut karbonisasi.
Karbonisasi biomassa atau yang lebih dikenal dengan pengarangan adalah suatu proses untuk menaikkan nilai kalor biomassa dan dihasilkan pembakaran yang bersih dengan sedikit asap. Hasil karbonisasi adalah berupa arang yang tersusun atas karbon dan berwarna hitam.
Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya kehadiran oksigen. Sehingga yang terlepas hanya bagian volatile matter, sedangkan karbonnya tetap tinggal di dalamnya. Temperatur karbonisasi akan sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan temperatur yang tepat akan menentukan kualitas arang.
Sedikit banyaknya arang yang dihasilkan bergantung pada komposisi awal biomassa. Semakin banyak kandungan volatile matter maka semakin sedikit arang yang dihasilkan karena banyak bagian yang terlepas ke udara. Penentuan komposisi awal biomassa dilakukan dengan uji analisis pendekatan (proximate analysis). (yandi bagus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar